Mengadang Pusaran adalah kisah kehidupan tiga wanita Tionghoa yang tinggal di Indonesia pada tahun 1930-1952. Ketiga wanita ini adalah Nanna, Carolien, dan Jenny. Cerita dimulai sejak masa pendudukan Belanda, masa penjajahan Jepang, hingga saat Indonesia menyatakan kemerdekaan.
Cerita dibuka dengan Carolien, anak perempuan Nanna, yang memutuskan untuk menikah dengan Po Han. Pernikahan Carolien tidak direstui karena latar belakang keluarga yang berbeda, tetapi dia tetap menikah dengan Po Han dan meninggalkan keluarga. Cerita terus belanjut hingga Carolien memiliki anak yang diberi nama Jenny. Lalu kenyataan hidup menyerang dan Carolien harus memilih antara membesarkan Jenny dengan bantuan keluarganya atau terluntang-lantung bersama Po Han yang berusaha mengejar mimpi menjadi juru potret.
Ulasan
Ada tiga tokoh utama dalam novel ini. Nanna, sosok yang paling tua dalam keluarga besar para tokoh. Nanna adalah gambaran wanita Tionghoa yang masih sangat memegang adat dan budaya. Meski demikian, dia tetap menerima ketika anaknya tidak mengikuti keinginannya. Carolien adalah tokoh yang tumbuh ketika Belanda tengah berkuasa. Dia hidup dengan budaya Belanda menjadi bagian sehari-hari. Bagi Carolien, Belanda adalah kiblat kehidupan. Terakhir ada Jenny. Jenny besar ketika kekuasaan Belanda mulai lenyap. Dia mengalami masa kanak-kanak ketika Jepang berusaha menduduki wilayah Indonesia. Dia juga mengalami masa peralihan ketika Indonesia merdeka.
Ketiga tokoh utama dalam buku ini hidup dalam masa yang berbeda-beda sehingga memiliki kepribadian dan cara berpikir yang jelas berbeda. Dan penulis berhasil meramu kisah ketiganya dengan sangat padu dalam Mengadang Pusaran.
Pembaca juga akan disuguhi kilasan dan suasana sejarah seiring dengan berjalannya kisah di Mengadang Pusaran. Aku jadi tahu alasan yang membuat perasaan tidak suka terhadap keturunan Tionghoa secara lebih pribadi lewat buku ini. Sebelumnya aku sudah pernah membaca tentang alasan di balik ketidaksukaan ini, tetapi saat membacanya dalam bentuk cerita, menimbulkan perasaan berbeda.
Latar kisah di masa penjajahan ini juga membuatku harap-harap cemas dengan hal yang mungkin terjadi dengan keluarga para tokoh. Terlebih ketika Jepang datang dan muncul usaha-usaha perlawanan. Itu mengingatkanku akan berbagai buku fiksi sejarah lain yang aku baca kubaca dan tidak jarang berakhir menyedihkan. Syukurlah buku ini memiliki akhir yang melegakan. :D
Ketika membaca uraian di belakang sampul buku ini, aku pikir Mengadang Pusaran akan ditulis dengan alur maju-mundur. Namun, ternyata tidak. Kisah ketiga tokoh wanita ini ditulis dengan alur maju. Irama ceritanya sendiri terbilang cepat sehingga membuat pembaca sulit untuk berhenti begitu mulai membaca. Ditambah dengan gaya menulis yang terperinci dan terjemahan yang sangat lugas, novel fiksi sejarah ini sangatlah seru untuk dinikmati.
Aku salut dengan penerjemah buku ini yang berhasil menyuguhkan kisah Nanna, Carolien, dan Jenny dengan sangat baik. Aku nggak merasakan kalau buku ini terjemahan. Meski memang ada beberapa kata bahasa Indonesia yang asing di telinga, secara keseluruhan hawa yang kurasakan ketika membaca buku ini terasa sangat Indonesia.
Sayangnya, buku ini kurang menampilkan perasaan tokoh. Sepanjang membaca aku jadi berpikiran buruk ke tokoh-tokoh yang muncul, seperti ke Po Han dan Lam. Memang tidak terhindarkan sih ya karena tokoh utamanya lebih ke Carolien dan Jenny. Namun, kurangnya ungkapan perasaan mereka juga nggak jarang membuatku sedikit bingung dengan pasang-surut hubungan antar tokoh. Beberapa bagian juga terasa datar karena gejolak perasaan tokoh kurang terasa.
Terakhir, ada banyak hal yang bisa diambil dari Mengadang Pusaran. Mulai dari persoalan membesarkan anak, pasang-surut kehidupan menantu-mertua, keterkaitan antara budaya dan gaya hidup terkini, cuplikan sejarah Indonesia, hingga tentang cita-cita dan cinta. Satu kutipan yang paling aku suka justru disampaikan oleh Po Han, tokoh yang tidak begitu aku suka (meski demikian, dia punya perkembangan watak yang sangat baik sih pada akhirnya).
“Orang yang paling tepat untuk mengurus dirimu adalah dirimu sendiri.” (halaman 385)
Selamat membaca!
Keterangan Buku
Judul: Mengadang Pusaran
Penulis: Lian Gouw
Penerjemah: Widjati Hartiningtyas
Penyunting: Flora Maharani
Perancang Sampul: Marius Santo
Penerbit: Kanisius
Tebal: 456 halaman
Terbit: 2020
ISBN: 978-979-21-6697-2
Harga: Rp 108.000