Tokyo & Perayaan Kesedihan - Ruth Priscilia; Kesedihan Milik Semua Orang

Pernah nggak sih kita melihat orang lain merasa sedih, tapi begitu tahu alasan kesedihannya, kita bingung. Kenapa alasan "begitu" bikin sedih?

Pernah juga nggak sih lihat orang yang berusaha kelihatan nggak sedih, padahal kita tahu dia harusnya "bersedih". Tapi kenapa dia nggak bersedih?

Atau pernah nggak sih ketemu orang yang selalu kelihatan bahagia, selalu tersenyum, sampai bikin kita berpikir apakah hidupnya diisi pelangi dan bunga-bunga aja?

Kesedihan Milik Semua Orang

Tokyo dan Perayaan Kesedihan ini mengingatkan kita bahwa kesedihan itu milik semua orang. Tidak ada yang kesedihannya paling sedih, tidak ada juga kesedihan yang bisa dianggap remeh. Semua kesedihan itu ya kesedihan. Sama-sama kesedihan dan layak diperhitungkan sebagai bagian perasaan manusia.
blurb Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Adalah Joshua yang di satu perjalanan tampil di Tokyo bertemu dengan Shira. Pertemuan mereka kayak kebetulan, tapi perjalanan seorang diri biasanya memang mengantarkan kita pada pertemuan-pertemuan. Dan pertemuan ini tanpa direncanakan menjadi sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan.

Shira ini hidup di keluarga yang menuntutnya selalu sempurna, selalu bahagia. Dia nggak terbiasa mengekspresikan dirinya tanpa tekanan orang tua atau sahabatnya. Dia melakukan perjalanan ke Tokyo untuk seorang diri, untuk merasa bebas.

Sedangkan Joshua ini tipe pemuda yang asik dan sukses, bahkan terlihat dari keluarga terpandang. Namun, dia membawa penyesalan-penyesalan di masa lalu, penyesalan yang selamanya akan jadi penyesalan.

Sejujurnya begitu baca buku ini, aku nggak menyangka bahwa kisah Joshua dan Shira akan mengarah ke sana. Aku pikir mereka hanya akan saling berkisah karena sama-sama bertemu di perjalanan seorang diri, tapi ternyata lebih dari itu. Bahkan aku pikir ini punya unsur romance yang kuat, tapi ternyata nggak juga. Ini lebih ke kisah perjumpaan dua orang yang mengubah hidup satu sama lain.

Lewat kisah Shira dan Joshua, pembaca diajak untuk menjelajah Tokyo dengan segala detailnya. Dengan suasana yang sendu, dan bercak-bercak kesedihan terserak. Pelan-pelan kita akan diajak memahami kesedihan Shira dan Joshua, kesedihan yang diam-diam kita rasakan juga, kesedihan yang bisa jadi diam-diam berusaha nggak kira rasakan.⁣
"Mungkin saya dan semua orang lain, sama-sama takut buat mengatakan kebenaran, dan sebaliknya menyampaikan apa yang mau orang lain dengar saja, ya nggak?" (h. 84)⁣
⁣Kesedihan ini pun dilengkapi dengan fotografi hitam-putih Tokyo yang diambil sendiri oleh penulis. Tokyo dan Perayaan Kesedihan jadi semakin terasa sedih, sendu, dan murung. Persis seperti kisah Shira dan Joshua yang akan semakin kita ketahui semakin jauh membaca.

salah satu ilustrasi di dalam Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Aku suka banget sama buku ini. Tokyo dan Perayaan Kesedihan ini masuk novelet, tebalnya hanya 192 halaman, lebih lagi nggak sedikit yang diisi foto. Namun, tulisannya mengalir banget, gaya berceritanya asik, dan tokohnya gampang bikin simpati.

Meski ditulis lewat dua sudut pandang, yaitu sudut Shira dan Joshua, aku merasakan suasana yang berbeda antara kedua tokoh. Keduanya sama-sama sedih dan sendu, tapi punya jiwa yang berbeda. Aku pun suka recehan yang diselipkan di buku ini, membuat Tokyo dan Perayaan Kesedihan jadi dinamis.
Penutup

Buku ini cocok banget dinikmati sambil santai. Lewat Shira dan Joshua, pembaca akan diajak untuk menyelami kesedihan, memahami penyesalan, dan menemukan diriku sendiri. Sebagaimana dua tokoh kita, aku belajar bahwa kesedihan tiap orang berbeda dan nggak ada yang lebih sepele antara satu sama lain.⁣ Dan setiap orang punya cara "merayakan" kesedihannya.
"Semua orang dulu juga mengganggapku bemulut besar. Kalian semua menganggap kami main-main, sampai kami sungguhan melakukannya, kan?" (h. 173)⁣
Selamat membaca! Selamat merayakan kesedihan

Share:

0 comments